Pengertian Berwudhu dan Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu

Pengertian Berwudhu dan Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu

Fardilaismi – Di dalam kamus bahasa arab “al Wudhu” dengan dhommah, berarti pekerjaan bersuci dan dengan huruf wawunya (Wadhu), berarti air yang dipergunakan untuk berwudhu.

Ketahuilah bahwa wudhu termasuk diantara syarat shalat yang sangat penting. Karena Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kamu bila dia berhadats.

Allah telah menurunkan kewajiban berwudhu itu dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak  memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Rasulullah biasanya berwudhu untuk tiap-tiap sembahyang. Yakni tiap-tiap permulaan waktu, beliau berwudhu untuk mengerjakan shalat fardhu yang dihadapi. Dalam pada itu ada juga sesekali beliau bersembahyang beberapa sembahyang fardhu dengan satu wudhu.

Dan beliau berwudhu adakalanya dengan satu mud air. Adakalanya dengan dua setengah mud air. Adakala lebih banyak dari itu. Jadi nyata, bahwa air yang dipakai untuk berwudhu cukup  sedikit, asal  meratai anggota wudhu itu. Seterusnya beliau tidak suka melihat umat memboroskan air untuk wudhu, walaupun air itu mudah dan banyak diperoleh.

Selain anggota wudhu yang telah dijelaskan dalam al qur’an, ditambah juga oleh nabi yaitu dengan melakukan madlmadlah (berkumur) dan istinsyaq (menghirup air ke hidung). Beliau bermadlmadlah dan berintinsaq terkadang-kadang dengan satu ciduk air saja dan terkadang- kadang dengan dua ciduk air dan terkadang-kadang dengan tiga ciduk, beliau menyambung madlmadlah dengan istinsaq.

Nabi menyapu telinganya besertaa dengan menyapu kepalanya (dengan air yang diambil buat menyapu kepalanya), tegasnya sekali jalan. Nabi tidak mengambil air baru untuk telinga, terkecuali jika tangannya telah kering.

Beliau membasuh kakinya, jika kakinya tidak bersepatu dan menyapu sepatunya, atau kaus kakinya, jika beliau memakai sepatu atau kaus  kaki.

Untuk si mukim dibolehkan sehari  semalam, dari mulai memakai sepatu atau kaus kaki dan buat si musafir dibolehkan tiga hari tiga malam, dari mulai memakai sepatu itu. Dan beliau sapu itu lahirnya bukan batinnya, belakangnya bukan telapaknya. Tetapi itu semua sepatu saat jaman nabi, akan berbeda dengan sepatu jaman sekarang.

Untuk menjadikan suci suatu perbuatan yang tak boleh diabaikan sedikit juga, syara’menjadikan suci dari hadas (besar dan kecil) syarat sah shalat seseorang mukallaf. Sebagaimana  syara’  mewajibkan atas para mushalli itu membersihkan diri dari segala rupa najasah dan kotoran, baik mengenai badan, pakaian maupun mengenai tempat.

Dan selanjutnya jika kita dalam keadaan sakit, sedang dalam berpenyakit  cacar, tak boleh kena air, atau sedang dalam perjalanan (safar), atau dalam keadaan berhadas kecil maupun besar dan tidak memperoleh air, hendaklah kita menggantikan wudhu atau mandi itu dengan tayamum, yakni menyapu muka dan kedua tangan dengan tanah yang baik. Ringkasnya, bersuci  dari  hadas, baik besar maupun  kecil, agama menjadikannya syarat sah sembahyang.

Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu

Dan seterusnya ditegaskan bahwa wudhu itu digugurkan atau dibatalkan oleh:

  1. Buang air, besar atau kecil
  2. Mengeluarkan angin atau kentut
  3. Menyetubuhi perempuan
  4. Tidur

Dalam selain itu para ulama berselisih faham dalam beberapa hal, yaitu tentang batalnya wudhu karena : 1) tidur, 2) keluar darah, 3) menyentuh kulit perempuan yang boleh dikawini, 4) menyentuh kemaluan dan 5) makan daging unta.

Lain dari itu semufakat para ulama menegaskan, bahwa disamakan dengan tidur adalah gila, pingsan, dan mabuk.

Jenis-jenis Hadast dan Cara Bersucinya.

Sepakat seluruh ulama Islam menetapkan bahwa suci dari hadast itu syarat sah shalat. Namun mereka berselisih pendapat dalam mensyaratkan (mewajibkan) suci untuk:

  1. Memegang mushaf
  2. Mengelilingi ka’bah (tawaf)
  3. Tidur sesudah berjanabah sebelum mand
  4. Mengulangi bersetubuh sebelum mandi dan
  5. Untuk menshalati jenazah dan sujud tilawah

Sedangkan hadast tersebut  dibedakan menjadi dua macam yaitu hadast kecil dan hadast besar. Hadast kecil disebabkan oleh buang air, keluar angin, tidur, mabuk, pingsan dan gila. Hadast besar disebabkan oleh berjunub, berhaid dan bernifas.

Hadast  kecil bersuci dengan berwudhu,  sedangkan  hadast  besar diharuskan untuk mandi, jikalau tidak menemukan air bisa menggunakan debu untuk bertayamum.

Hikmah Bersuci (Berwudhu)

Allah memerintahkan kita untuk berwudhu, bukan untuk memberatkan kita dengan sesuatu yang berat. Namun untuk mewujudkan jalan manfaat dan kebaikan bagi kita sendiri. Yakni mensucikan kita dari kecemaran yang lahir dan dari kerendahan kemungkaran dan itikad-itikad yang rusak. Gunanya  supaya kita menjadi orang yang bersih luar dan batin, yang sehat tubuh dan yang tinggi jiwa.

Memang kerapkali Allah memakai kata bersuci (mensucikan) di dalam al qur’an untuk memfardhukan suci lahir dan untuk memfardhukan suci batin. Dibeberapa tempat pula Allah memakaikata bersuci itu, untuk kebersihan kedua-duanya.

Faedah wudhu menurut pandangan falsafah

  1. Wudhu itu membersihkan badan, menyegarkan tubuh dan mengembangkan semangat.
  2. Wudhu dengan air itu memelihara kesehatan tubuh.
  3. Wudhu itu membaguskan diri, agar senanglah para teman sejawat melihat dan memandangnya.

Inilah mengapa sebab dan hikmahnya kita diperintahkan untuk selalu bersuci. Adapun faedah wudhu menurut tinjauan syara’ sendiri ialah:

  1. Untuk menuntun para manusia kepada yaang memberi manfaat baginya.
  2. Untuk memastikan mereka memelihara kebersihan.
  3. Untuk menjamin berlakunya undang-undang membersihkan diri. Yakni dijaga benar-benar dan diselenggarakan dengan semestinya oleh para umat.
  4. Untuk menghasilkan faedah-faedah yang dicapai dari berwudhu.

Selanjutnya syara’ mewajibkan umat bersuci adalah:

  1. Supaya semua warga Islam mengerjakannya.
  2. Supaya pekerjaan-pekerjaan bersuci itu mengingatkan mereka kepada nikmat Allah.
  3. Supaya selalu hidup perhatiannya kepada Allah yang memerintahkannya berwudhu.
  4. Supaya meneguhkan rasa persatuan antara sesama Islam menyadarkan mereka tentang kewajiban bersatu padu sesama Islam.

Cara bersuci yang diterangkan itu dilaksanakan oleh semua umat Islam, walaupun mereka  berlain-lain pendapat dan pendirian. Maka apabila umat  menginsafi hal ini, timbullah hasrat  untuk bersatu dalam segala keadaannya yang akan membawa kepada kebahagiaan negara, bangsa dan tanah air.

Adab-adab dalam Menyempurnakan Wudhu

  1. Hendaklah  para  mutawadldli’ memantapkan  niat  di kala  membasuh anggota wudhunya.
  2. Mengingat dosa-dosa yang dilakukan oleh angota-anggota wudhu itu.
  3. Hendaklah selalu memelihara anggota-anggota wudhu dari perbuatan- perbuatan yang salah, dan selalu mempergunakan anggota-anggotanya untuk bakti dan kebajikan.
  4. Hendaklah membersihkan hatinya dari segala perangai-perangai buruk, keji, dan selalulah hendaknya mengisi jiwanya dengan perangai- perangai utama.
  5. Hendaklah membersihkan jiwa dari selain Allah dan mempersiapkan jiwa mema’rifatkan kebesaran Allah dan keagungan-Nya.

 

Daftar Pusataka

[1] Abubakar Muhammad, Terjemah Subulus Salam, (Surabaya : Al Ikhlas, 1998), hlm. 95

[2] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Al Islam 2, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998), hlm. 15

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.